GOA SIMALING
Dinamakan Goa si Maling karena dahulu goa itu
menjadi tempat pelarian dan persembunyian maling (pencuri) demikian menurut
Eyang Abdullah Zatari, tokoh masyarakat setempat yang juga veteran kemerdekaan
dari laskar Hisbullah. Setiap kali pencuri lari ke goa itu pasti tidak bisa
ditemukan, entah goa itu tembusnya kemana tidak ada yang tahu.
"Goa Si Maling menyimpan sejarah
keberadaan Barisan Hitam pada waktu Agresi Militer Belanda sekitar tahun 1947,
Barisan Hitam membuat markas dirumah Nuryantani, penduduk desa yang tinggal
didekat Goa Si Maling". Tutur
Eyang Zatari. Barisan Hitam dibentuk oleh
sekelompok pejuang untuk mempertahankan kemerdekaan pada masa Agresi Militer
Belanda, tepatnya dipesisir Laut Selatan Kebumen. Mereka bermarkas di sekitar
Goa si Maling yang letaknya di Desa Redisari, Kecamatan Rowokele, Kabupaten
Kebumen.
Markas Barisan Hitam kemudian diserang Belanda
pada 8 November 1947 pukul 3 dini hari. Belanda melakukan serangan dan
menghanguskan markas Barisan Hitam hingga menewaskan 13 pejuang termasuk
Nuryantani si pemilik rumah, sementara yang lainnya dapat meloloskan diri masuk
ke Goa Si Maling. Masih menurut Zatari, keberadaan Barisan Hitam di Goa Si
Maling jelas mudah diketahui oleh Belanda karena sebelum dijadikan markas,
rumah Nuryantani menjadi tempat peristirahatan orang Belanda yang mengawasi
proyek penggalian fosfat di goa-goa yang letaknya berdekatan dengan Goa Si
Maling, seperti Goa Asrep, Goa Pengantin, Goa Burisrowo, Goa Sembodro, dan Goa
Kalikarak.
Sekitar tahun 1934 orang Belanda mulai masuk ke
daerah itu yang tujuannya untuk mencari fosfat sebagai bahan dasar pupuk,
mereka membuka proyek penambangan fosfat dengan menggali goa yang telah
tertutup tanah. Eyang Abdullah Zatari juga menceritakan para leluhurnya, konon
orang yang pertama kali datang di daerah itu bernama Nuryangiman, pendatang
dari daerah Brangkal sebelah utara Gombong, sekitar tahun 1845. Nuryangiman
adalah pengikut Pangeran Diponegoro waktu berjuang melawan penjajah Belanda.
Sumber:
suparjo